Awal Menuju Kesuksesan

Awal Menuju Kesuksesan

Pengalaman Pertukaran Pelajar AFS Bina Antarbudaya

 

          AFS/YES merupakan program dari Bina Antarbudaya. Bina Antarbudaya sendiri merupakan lembaga yang bekerja sama dengan AFS yang berpusat di New York. AFS merupakan program pertukaran pelajar dari berbagai negara dan ke berbagai negara. AFS sendiri sudah berjalan selama 30 tahun di Indonesia. Dengan adanya program ini diharapkan anak-anak muda bangsa Indonesia bisa menjadi duta Indonesia yang memperkenalkan Indonesia ke negara luar sekaligus memperkaya wawasannya terhadap dunia luar. Saya Gabriele Louise dan teman saya Agatha Ranindita merupakan siswi dari SMA Marsudirini Bogor yang pertama kali mengikuti rangkaian seleksi Bina Antarbudaya chapter Bogor.

            Semua berawal dari teman saya Agatha Ranindita yang memberi tahu kepada saya saat kami di asrama. Agatha sendiri mengetahuinya dari kedua orang tuanya. Waktu itu, Agatha sudah terlebih dahulu mendaftar dan batas pengumpulan formulir pendaftaran sudah dekat. Saya pun bergegas mendaftar dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

            Kami hanya diberi waktu satu minggu setelah pembelian pin/kode formulir untuk mengumpulkanya. Pengisian formulir secara online. Tapi, saat itu Agatha sudah terlebih dulu menyelesaikannya. Saya yang waktu itu berada di asrama, dikejar waktu ditambah lagi data-data saya yang kurang lengkap seperti nilai rapor SD, SMP, dan surat-surat penting lainnya, karena data-data tersebut berada di rumah saya di Jakarta.

            Setelah melengkapi dan mengumpulkan formulir, kami pergi ke chapter Bogor yang terletak di Jl. Merak no 9, dekat GOR Padjajaran Bogor. Disana kami diberi penjelasan dan pengarahan tentang seleksi pertama yang akan kami hadapi.

            Seleksi pertama dilaksanakan di Universitas Pakuan pada hari Minggu sekitar bulan April akhir. Tes yang diberikan mencakup tiga hal, yaitu membuat esai Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Umum (100 soal), dan Bahasa Inggris(50 soal). Begitu kami tiba, semua orang sedang belajar dengan berbagai macam buku dengan berbagai ketebalan. Sedangkan kami, hanya bermodalkan alat tulis, kartu peserta, dan niat. Karena takut, kami berdua membaca artikel dan pengetahuan umum seadanya menggunakan handphone Gabriele.

            Seleksi pertama selesai. Jujur, kami tidak menaruh harapan besar untuk bisa lolos seleksi pertama. Karena bayangkan, dari 560 peserta dari seluruh Bogor, yang lolos seleksi pertama hanya sekitar 150 peserta saja. Namun, dua minggu kemudian, kami mencoba melihat pengumuman hasil seleksi menggunakan internet. Dan terkejutlah kami saat kami melihat nomor peserta kami tercantum di sana. Berulang kali kami mengecek kembali. Tapi memang benar, kami lolos!  Bahagia, namun sekaligus tidak percaya.

            Lanjut ke seleksi kedua, kami harus mempersiapkan banyak dokumen penting untuk registrasi ulang seperti foto terbaru, rapor, akta kelahiran, surat pernyataan dari sekolah, dan masih banyak lagi. Dan kembali kami hanya diberi waktu sekitar satu minggu. Agatha tidak memiliki kesulitan untuk mengumpulkannya. Tapi saya, yang berada jauh dari Jakarta menemukan banyak kesulitan dalam hal ini. Ditambah lagi, rapor dan ijazah saya sempat hilang, dan saya tidak memiliki akta lahir melainkan surat tanda lahir saja. Panik dan bingung, namun saya tetap berusaha walaupun banyak halangan.

            Seleksi kedua dilaksanakan di tempat yang sama. Namun di seleksi ini, jadwal saya dan Agatha berbeda. Saya terlebih dulu mengikutinya di pagi hari, sedangkan Agatha di sore hari. Hari itu, kami melewati serangkaian tes wawancara. Mulai dari wawancara kepribadian, sampai menggunakan bahasa inggris dengan native speaker.

            Kami kembali ke asrama dengan lelah, dan pasrah. Berserah pada yang Tuhan, itulah yang bisa kami lakukan. Dari 150 peserta, hanya lolos 60 peserta. Semakin kecil peluang kami.

            Dua minggu kemudian, hasil seleksi keduapun kami terima. Entah harus bagaimana kami mengungkapkan rasa syukur kami, karena kembali kami lolos. Kami pun menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi ketiga. Syukurlah, seleksi ketiga diadakan setelah kami selesai Ujian Kenaikan Kelas.

            Keseruan terjadi pada malam sebelum hari H. Kami ditugaskan untuk membuat papan nama sekreatif dan seunik mungkin. Kami harus memutar otak untuk membuatnya, karena kami berpikir itulah salah satu poin terbesar dalam seleksi besok. Agatha sudah menemukan konsep yang menurut saya sangat out of the box. Dia membuat papan nama berbentuk superman, dengan jubah batik dan menggunakan blankon. Motif  batik yang digunakan memiliki arti keteguhan, niat murni, kejujuran, dan kebajikan. Itu adalah harapan-harapan Agatha untuk dirinya kedepannya. Dan blankon merupakan salah satu ciri khas budaya Indonesia. Superman diambil dari tokoh supehero yang dikenal dunia.

            Berbeda dengan saya, yang sampai pukul 00.00 masih belum mendapat pencerahan tentang apa yang akan saya buat. Akhirnya saya membuat papan nama yang menggabungkan bendera Amerika dengan salah satu ciri khas Indonesia. Karena saya mempunyai impian untuk pergi ke Amerika, dan setelah sukses kembali ke Indonesia untuk mengaplikasikan apa yang telah saya dapatkan.

            Tiba saatnya seleksi terakhir regional. Pagi itu, kami bergegas dari rumah Agatha menuju Universitas Pakuan. Kami sudah lebih lega dari seleksi-seleksi sebelumnya dan lebih santai. Karena apapun hasilnya nanti, setidaknya kami sudah tahu bahwa kami bisa mencapai tahap sejauh ini, yang belum tentu semua orang bisa rasakan.

            Di seleksi ini, kami dibagi menjadi berbagai kelompok, dengan berbagai macam manusia pula. Kami diminta untuk membahas sebuah masalah dan berusaha untuk mencari solusinya dalam bentuk presentasi yang menarik. Kesulitan yang kami hadapi adalah, kami bertemu dengan orang-orang yang tidak kami ketahui kemampuan dan karakternya. Ada yang pendiam, pasif, aktif, dan sebagainya. Ditambah waktu yang diberikan hanya 30 menit. Tidak ada soal yang diberikan secara tertulis. Soal hanya dibacakan sekali atau dua kali saja.

            Setelah diskusi, kami harus mempresentasikannya dihadapan para juri. Disana, kami tidak boleh terlalu mendominasi ataupun terlalu pasif. Itulah kesulitan kami selanjutnya. Kami hanya bisa mengusahakan yang kami bisa dan berpasrah.

            Pengumuman keluar dua minggu kemudian. Disaat saya lolos dan ternyata teman saya tidak, disitu kadang saya merasa sedih. Ternyata, Agatha tidak lolos. Tapi syukur yang amat besar, saya berhasil lolos seleksi tahap regional. Senang namun sedih. Karena kalau bukan karena Agatha, saya belum tentu bisa ikut seleksi apalagi masuk.

            Seleksi tahan regional selesai dan selanjutnya adalah seleksi nasional. Peserta yang telah lolos seleksi ketiga akan di seleksi lagi melalui berkas-berkas dari seleksi pertama hingga terakhir.

            Berbulan-bulan saya menunggu pengumuman tersebut, akhirnya pada bulan pertengahan September saya melihat pengumuman hasil seleksi nasional. Dan tidak pernah saya sangka, dapat lolos seleksi nasional ini. Perjuangan saya masih belum usai.

Saya harus melengkapi international candidate form yang akan dikirim ke AFS pusat dan hanya diberikan waktu sekitar dua minggu. Form ini yang nantinya akan digunakan untuk penempatan negara yang akan saya tuju.

             Pengisian form ini tidaklah semudah yang saya kira. Banyak hal yang harus saya lengkapi dari academic form, health form, dan masih banyak lagi. Tetapi seperti yang saya pernah katakan untuk mendapatkan sesuatu yang besar tidaklah mudah, butuh perjuangan untuk mencapainya.Walaupun sempat menghadapi berbagai kesulitan dan membuat saya stres tapi saya bangga pada diri saya karena saya mampu menjadi mandiri. Dan akhirnya, saya pun berhasil melengkapi form tersebut. Dan inilah saya dengan bangga akan memperjuangkan masa depan Indonesia. Sebagai kandidat nasional saya berjanji akan membawa Indonesia menjadi lebih baik setelah saya pulang nanti.

            Disini saya Gabriele Louise ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa seperti yang telah saya katakan sebelumnya, untuk mendapatkan sesuatu yang besar dan impian kita dibutuhkan tekad yang kuat dan tahan banting. Jangan pernah menyerah saat ada kesulitan karena tidak ada sesuatu yang mudah. Saya percaya dengan niat yang kuat dan disertai dengan doa semua hal pasti akan menjadi mungkin. Put God first!

            Kesan saya, Agatha Ranindita, pastinya bersyukur dan tidak akan melupakan kesempatan yang telah saya terima ini. Walaupun saya tidak lolos menjadi kandidat nasional, tapi, pengalaman untuk bisa ikut seleksi sampai tahap terkahir di regional ini sudah merupakan pengalaman yang tidak semua orang bisa dapatkan. Saya percaya, masih banyak jalan menuju kesuksesan. Ini merupakan awal yang belum seberapa. Masih banyak tantangan yang menanti.

By : Gabriele Louise dan Agatha Ranindita (Kelas XI)